Tetap di Jalan-Nya
Ilustrasi jalan yang lurus |
Mari fokus ke masa-masa SLTP dan
SLTA, di SLTP saya, MTs Negeri di Jakarta Selatan, dimana sekolah kami ini
berada di bawah naungan Depag membuat sekolah kami berbeda dengan SLTP lain
yang berada di bawah Diknas. Di sana kami mempelajari ilmu umum dan ilmu agama
yang lebih banyak dibanding SLTP besutan Diknas.
Dari segi peraturan, kami yang bersekolah
berlabel madrasah ini pun berbeda dari SMP, perbedaan yang menonjol ialah dari
segi pakaian, khususnya pakaian anak-anak puterinya, mereka di haruskan memakai
pakaian yang menutup aurat, seperti memakai kerudung tentunya. Madrasah kami
tentu memanfaatkan kekuasaannya untuk mengarahkan kami ke arah yang baik, salah
satunya mengimplementasikan firman-Nya untuk para anak-anak puteri, yang dimana
arti dari firman-Nya itu ialah, “Hai Nabi, katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.
Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (QS. Al-Ahzab: 59) dan “Katakanlah
kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung.” (QS.An-Nur: 31)
Iya pihak
madrasah memanfaatkan kekuasaanya untuk mengarahkan kami selaku anak didik
untuk taat kepada-Nya. Di samping peraturan mengenai pakain tadi, kami pun di
haruskan melaksanakan sholat dzuhur berjamaah di masjid Darl El-Fikr. Kami pun
dilatih melaksanakan sholat sunnah duha secara bersama-sama, dibiasakan membaca
Qalam-Nya setiap pagi setelah kami semua berkumpul di masjid, dan ada juga
acara yang bertujuan mengembangkan ke-kreativ-an kami serta mengembangkan
bakat-bakat lain melalui kegiatan muhadoroh, sastra indonesia, dan satra
inggris. Acara tersebut jualah yang membuat kami melepas kejenuhan, khususnya
di kegiatan sastra indonesia.
Oh iya apakah
sobat tahu? Di sana, di sekolah kami tercinta, ada razia yang lain dari sekolah
lain, razia pacaran. Saat saya di sana seingat saya bagi murid yang terjaring
razia akan terkena poin sebesar 75. Ada razia pacaran bukan berarti banyak
murid yang berpacaran di sana, bukan. Razia di sini berlaku bagi mereka
memiliki pacar. Entah dari mana guru kami tahu, mencari-cari informasi ke
orang-orang yang dekat dengan murid-muridnya atau dari cara lain yang mungkin
sobat pembaca terheran-heran. Iya ada pembicaraan-pembicaraan di antara kami
murid-murid sana bahwa ada seorang guru yang memiliki kelebihan di luar nalar. Sehingga
dengan kelebihan itu beliau tahu murid-muridnya yang sedang menjalin hubungan
haram itu (read: Pacaran). Pacaran memang haram hukumnya, “...dan jangan kamu
dekati zinah” (QS.Al-Israa: 32). Iya seperti yang saya sampaikan tadi di atas,
pihak sekolah memanfaatkan kekuasaannya untuk menuntun kami ke jalan-Nya. Untuk
mengakhiri pembahasan singkat dalam membahas madrasah kami itu saya ingin
bercerita bahwa di sana kami pun diajarkan mengenai kejujuran. Contohnya kami
di larang keras berbuat curang saat ujian, khususnya Ujian Nasional, dan bagi
sesiapa di anatara kami yang berbuat curang di do’akan tak akan lulus. Andai seluruh sekolah di seluruh dunia sperti itu,
mungkin tingkat kejahatan semacam korupsi bisa dihilangkan, paling tidak
diminimalisir.
Berlanjut ke
SLTA, menginjak SLTA saya merasakan suatu yang berbeda, salah satunya tak ada
lagi peraturan mengenai pakaian yang menutup aurat bagi siswi-siswinya yang
beragama Islam. Kalau siswa-siswanya telah memakai pakaian yang menutup aurat,
seperti SMA Negeri pada umunya, siswa-siswanya mengenakan celana panjang baik
yang berwarna putih maupun abu-abu.
Melihat ada siswi-siswi
yang berkerudung membuat saya mengakat jempol, dan mengucapkan Alhamdulillah,
rasa salut saya bertambah jikalau ada di antara mereka yang berasal dari
sekolah umum sebelumnya, SMP. Tak sedikit pula di anatara mereka yang
berpakaiannya sesuai syari’at. Alhamdulillah mereka masih bisa taat di tengah
peraturan sekolah yang tak berdasar dengan 2 perkara yang ditinggalkan
Rosulullah S.A.W., Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Teruntuk teman-teman, kakak-kakak kelas, adik-adik kelas
saat saya di MTs saya dulu. Kalian pun juga menemukan teman-teman di SLTA
seperti yang saya bicarakan di atas bukan? Salutkah kalian seperti saya yang
salut kepada mereka? Saya kira kalian pun salut kepada orang-orang seperti itu.
Mereka bisa taat di dalam instansi yang tak menerapkan hukum Allah S.W.T.,
berbeda dengan teman-teman, kakak-kakak, adik-adik perempuan kita dulu, karena
dulu kita dulu diharuskan oleh pihak madrasah.
Dan terbukti
selepas dari madrasah kita ada yang melepas hijabnya. Sangat disayangkan, padahal
kalian telah 3 tahun mengenakan hijab, walaupun mungkin hanya di madrasah kita
saja. Bukan kah kalian tahu itu bukan murni buah pikiran pihak madrasah untuk
menerapakan peraturan semacam itu? Bukan kah itu perintah Rabb kita dan
perintah Rosul kita?. Perintah yang dimana itu semua akan mendatangkan kebaikan
untuk kalian?
Bukankah telah
gambalang firman-Nya di dalam surat Al-Ahzab ayat 59 yang telah saya ingatkan
kembali di tulisan saya ini bahwa itu semua agar kalian para perempuan mudah di
kenal dan tidak diganggu. Mudah di kenal, kalian akan dikenal sebagai muslimah
karena memakai hijab, hijab itu identitas seorang muslimah, iya kan?. Agar kalian
tidak diganggu, iya agar kalian tidak diganggu oleh lelaki yang terpancing
untuk mengganggu kalian karena kalian membuka sesuatu yang harusnya ditutup. Apa
kalian memang sengaja menggoda kami kaum adam? Saya rasa tidak kalian tidak
begitu, karena anak sholeha tak begitu bukan?.
Anak sholeha, bukankah
orang tua kalian sangat berharap anaknya menjadi anak sholeha? Bukan kah itu do’a
yang mungkin terus orang tua kalian ucapakan saat berdo’a kepada-Nya baik
selepas sholat maupun di luar sholat?. Bukan kah kalian jua ingin menjadi anak
yang sholeha? Yang dimana jalannya tentu dengan taat kepada-Nya, salah satunya
dengan menutup aurat dengan syar’i, menutup bukan membalut.
Belum, belum
telat walaupun kalian telah melepas kebiasaan berhijab seperti di madrasah
dulu, belum telat karena kalian belum dihijabkan oleh keluarga kalian dengan 5
lapis kain putih. Ada yang membuka hijabnya untuk mendapatkan pekerjaan, apa
bos mu yang memberi rizki? Bukannkah Rabb-mu? Bukankah kalian pernah dengar
perihal hadits yang kurang lebih isinya kita akan diberi yang lebih baik
jikalau kita meninggalkan sesuatu karena Allah, meninggalkan sesuatu dalam
rangka taat kepada-Nya, dalam hal ini meninggalkan larangannya yang larangannya
kamu dilarang menanggalakan penutup auratmu.
Jika ada yang
ingin mencari pendamping hidup lalu menangganggalkan penutup auratnya apa
tujuannya mencari pendamping hidup yang jelas kurang baik? Saya pikir tak ada
yang mencari pasangan hidup yang kurang baik. Berbicara soal ketaatan ini
teringat kutipan seorang ustadz mualaf, ust.Felix Siauw, “Hijab tanpa tapi,
taat tanpa nanti”. Karena tak ada yang menjamin sedeitik, semenit, sejam,
sehari selapas pembaca membaca tulisan ini pembaca akan tetap hidup. Bukan kah
syarat meniggal tak harus tua? Bukan kah syarat meninggal tak harus sakit?
Semoga dengan
membuat tulisan ini penulis dapat mendapat pembelajaran untuk terus belajar
memperbaiki diri yang penuh noktah-noktah hitam ini. Semoga pula pembaca
membuka hatinya dan pikirannya sehingga bagi sesiapa yang belum atau yang telah
menanggalkan identitasnya sebagai muslimah akan mendapatkan cahaya taufiq dah
hidayah dari-Nya. Bukankah jendela yang ditutup akan menghalangi cahaya
menyeruak kedalam ruangan? Jadi jendela itu perlu dibuka agar cahaya itu masuk,
sama dengan halnya mencari hidayah-Nya, kita harus membuka hati dan pikiran
serta diiringi usaha mencari hidayah itu. Dalam tulisan ini penulis hanya ingin
ber-amar ma’ruf, salah satu perintahnya jua. Mungkin saya sudahi saja tulisan
ini, kurang lebihnya mohon maaf, kesalahan datang dari saya, kebenaran tentunya
milik Allah S.W.T,.
Wallahu’alam
bishowab.
Komentar
Posting Komentar