Tetaplah Berkontribusi!
Kurang dari satu bulan kepengurusan baru BEMP di prodi penulis
bergulir. Satuan waktu yang didapat, terhitung dari waktu Rapat Kerja
Bersama. Dimana momen tersebut awal dikukuhkannya kepengurusan baru.
Dimulai dari pengukuhan struktur anggota -dari keluarga baru kita-
hingga mempresentasikan jobdesc setiap divisi masing-masing.
Ada yang unik dari salah satu divisi di BEMP tempat penulis studi.
Dimana salah satu staf dari salah satu divisi, pada kepengurusan
sebelumnya berpredikat sebagai Wakil Ketua Divisi. Namun sepengelihatan
penulis, ia dengan lapang hati mendapatkan posisi yang sekarang, karena
–mungkin dibenaknya- tiada beda posisi selagi bisa totalitas
berkontribusi.
Ia sama sekali tak kurang untuk akhirnya kembali mengisi ruang Wakil
Ketua Divisi. Bahkan sama sekali tak kurang bila ia diberi kesempatan
untuk menahkodai pelayaran divisi yang dimaksud. Namun untuk
memposisikannya kembali menjadi Wakil Ketua Divisi akan menghambat
proses regenerasi untuk kedepannya, tentu ia memahami ini. Pun kenapa ia
tak memegang kemudi (red: Ketua Divisi) karena satu dan lain hal –bukan
sama sekali perihal kurangnya kompetensi-.
Kasus ini lebih dari sekadar kelapangan hatinya mendapati dirinya
“terdemosi”, melainkan juga soal kontribusi yang ia beri sejauh ini
untuk tetap bergerak sesuai tupoksi divisi ini sebagaimana mesti. Semoga
selalu demikian sampai akhir kepengurusan nanti.
“Dalam perjuangan kita tidak pernah memikirkan pangkat dan jabatan
karena kita berunding pun duduk di atas lantai; yang penting adalah
kejujuran, siapa yang jujur kepada rakyat dan jujur kepada Tuhan,
perjuangannya akan selamat,” kata Pak Sjarifuddin Prawiranegara suatu
kali
Barangkali, sosok yang sedari tadi dituangkan dalam tulisan ini
memiliki pemikiran senada dengan Pak Sjarifuddin Prawiranegara, sosok
yang dalam suatu buku didorong untuk akhirnya masuk dalam jajaran mantan
pemimpin negeri ini karena memimpin PDRI di Bukittinggi beserta
beberapa jajaran yang diasingkan saat terjadi agresi militer oleh
Belanda di Ibu Kota negeri ini kala itu, Yogyakarta. Untuk membatasi
alur tulisan ini, dicukupkan untuk membahas sosok Pak Sjarifuddin
Prawiranegara yang seusai membaiknya kondisi negeri ini dari ulah para
penyamun yang menjajah bangsa ini kemudian mengembalikan kembali amanah
kepemimpinan negeri ke pundak Dwitunggal.
Alangkah indahnya bukan bilamana setiap kita berlaku demikian
sebagaimana Pak Sjarifuddin yang mengembalikan mandat kepada Dwitunggal
dan sebagaimana sosok yang sedari awal tulisan ini dituliskan tetap
aktif berkontribusi untuk massa lingkup prodi yang madani meski
“terdemosi”. Yang terpenting adalah bagaimana sosok semisal kedua orang
ditulisan ini bisa menjaga roda-roda kebermanfaatan terus berjalan
sesuai track yang lurus, shirotool mustaqiim. Baik
terus mengingatkan saudaranya yang memiliki wewenang lebih untuk berbuat
atas dasar kemaslahatan orang banyak, juga menjaga agar tak ada
keputusan-keputusan yang bersinggungan dengan garis-garis yang telah
digariskan Rabb semesta alam.
Komentar
Posting Komentar