Trilogi Persekongkolan: Antara Malam, Hujan, dan Doa-doaku
ruangraudhaa.files.wordpress.com
Trilogi Persekongkolan:
Antara
Malam, Hujan, dan Doa-doaku
Resah
yang menjarah;
Terengah-engah
Berulang
kali aku ingin lepas, berkilah
Bahwa
rasa yang semisal ini patut dijaga
Agar
ia tak patah sebelah;
Yang
jika aku kalah, berdarah?;
Kehilangan
arah?;
Salah
langkah?;
Atau,
segala salah?;
Ah,
itu yang aku cegah
Katanya,
ia ada bukan untuk dimusnah
Melainkan,
Untuk
menguji diri, siapakah yang paling pandai mengolah
Iya,
kah? Benarkah?
Aku
berpekur, melenguh
Mengiyakan
dan membenarkan ialah tak salah
Tunggu,
Di
luar hujan, mulai basah
Ah,
bertambah-tambah sudah segala resah
Ialah
Rabb semesta yang menghimpun segala dari tangan yang menengadah
Dan
setelah-Nya,
Aksara
menjadi pelarian paling tabah;
Untukku
hempaskan rupa-rupa gundah;
Aku
rebah;
Mengikis
segala resah
Membiarkannya
dihujan, basah
Terevaporasi;
Mewujud
awan, berarak-arak,
Tertiup
angin
Ada
yang berjarak dan ada pula yang bertumpuk-tumpuk –tak berjarak
Kata-kata
yang ‘kan mewujud kita menggigil; basah, sendiri, dilahap sepi
Yang
ku lepas ia dengan doa-doa yang puisi;
Yang
akhirnya tampias pada kamarmu tepatnya di jendela;
Yang
mewujud tampilan merupa soal-soal kita;
Sebagaimana
hujan yang jatuh pada tanah-tanah;
Menumbuh
kecambah;
Merekah;
Tumbuh
dan terus
tumbuh;
Berbuah
Yang
hadir dengan segala bahagia
Kendati
ada sesuatu yang harus selalu disadari,
Nestapa
boleh jadi pasti
Namun,
Jangan
risau,
Semuanya
akan baik-baik saja,
Jika,
kita lebih dari mafhum hakikat hidup di dunia yang fana;
Kemelaratan;
Kemasygulan;
Kepedihan;
Oh,
bahkan yang indah-indah;
Kemegahan;
Kemewahan;
Kebahagiaan,
Ialah
sebatas ujian;
Memilah
yang kalah,
Memilih
yang lillah, meski lelah
Membeda
antara yang patah dengan yang kokoh –tak terbelah
Tak
lupa,
Aku
titpkan suatu rahasia pada anak panah
Yang
melesat dari bujur-bujur doaku
Bahwa,
jika belum saatnya
Biarlah
ia sebatas rasa
Dan
waktu akan bertindak sebagai penguji;
Menentukan
sesiapa yang menjatuhkan pilihan pada soal-soal memperbaiki diri
Jika
hilang, biarlah
Jika
mengembang, tanyakan,
“Apakah
lillah?”
Kurang
lebih begitulah
Apa
yang dibawa oleh anak-anak panah;
Melesat,
merobek angin yang menghalanginya;
Yang
dimana; angin-angin yang koyak itu mengusap-usap punggungku, juga
dada
“Bersabarlah!,”
katanya
Dialog-dialog
panjang terjadi setelahnya
Soal
apa yang ‘kan tergapai;
Ataupun
yang memaksa realitas bercerai dengan mimpi-mimpi
Yang
hulunya bisa jadi telah kita ketahui;
Namun,
sering kali diingkari;
Ialah
soal-soal empunya hati, Illahi Rabbi
Darinya
ku insafi,
Hati-hati
perihal hati
Memahami
ialah segala kunci,
Bahwa,
dunia ini tempat menguji;
Sesiapa
yang cintanya paling suci;
Yang
‘kan tertambat pada ia yang menghambakan diri pada pemilik hati;
Yang
memilih meniti jalan ini;
Pada
jalan-Nya, sebagaimana jalannya para Nabi
Teruntuk
siapa pun, yang memilih menyisipkan suatu nama dalam doa-doa yang
disembunyikan dalam sunyi
Di
Larangan, pada 26 Maret pukul 2.13 WIB
Asrul
Pauzi Hasibuan,
Yang
berkongsi dengan hari yang masih dini
|
Komentar
Posting Komentar